BAB I
DATA LEMBAGA
TEMPAT MENGABDI
A.
Sejarah Berdirinya
A.
Sejarah Berdirinya
Pesantren Nurul Qadim Paiton Probolinggo
Pondok
Pesantren Nurul Qadim merupakan Pesantren yang cukup dikenal di Jawa Timur
khususnya di Kabupaten Probolinggo. Secara geografis Pondok Pesantren Nurul
Qadim terletak di Desa Kalikajar Kulon Kecamatan Paiton Kabupaten Probolinggo
Jawa Timur. Pondok Pesantren Nurul Qadim berdiri di atas tanah + 5 H.a,
untuk sampai ke pondok ini harus menempuh jarak 25 KM jalan pantura dari ibu
kota Kabupaten Probolinggo[1]. Pondok
Pesantren Nurul Qadim adalah peninggalan yang paling monumental dari KH. Hasyim
atau yang lebih populer dikalangan masyarakat dengan sebutan Kyai Mino, yang
pada awalnya hanya sebatas langgar angkring yang sangat sederhana, sebagaimaaana
yang dikatakan oleh KH Nuruddin Musyiri bahwa" pada tahun 1947 dibuatlah
asrama yang sederhana dan terus dikembangkan hingga wujud Pondok Pesantren. Seperti
saat sekarang ini.[2]
Dan saat ini pondok Pesantren Nurul Qadim diasuh oleh KH. Nuruddin Musyiri dan
KH. Hasan Abdul Jalal setelah beliau menyelesaikankan pendidikanya di
Pondok Pesantren Lirboyo, Sarang dan Krapyak, beliau berdua bahu-membahu dalam
mempertahankan dan mengembangkan Pondok.[3]
1. Membangun Masjid
Sebagaimana yang dikatakan oleh KH Nuruddin
Musyiri" Karena ingin menampung masyarakat sekitar desa kalikajar dalam
melaksanakan shalat Jum’at, dan kegiatan - kegiatan keagamaan, dan kecintaan
beliau pada ilmu pengetahuan maka dengan tekad dan semagat yang kuat KH.
Hasyim/Kyai Mino pada tahun 1942 M membangun sebuah masjid. Itulah Masjid
pertama yang dibangun oleh KH. Hasyim/Kyai Mino (dengan jari telunjuknya) dari
puluhan Masjid yang pernah dibangun oleh beliau dan dulu masjid itu di tempati
untuk bersekolah. Dan juga masjid tersebut asalnya adalah sebuah rumah yang
kemudian dijadikan Masjid. Dan sekarang sudah tercatat 57 masjid yamg dibangun
oleh beliau yang tersebar di plosok desa di kabupaten Probolinggo Setelah
pembangunan Masjid tersebut selesai dan sudah siap untuk difungsikan maka guru
KH. Hasyim/Kyai Mino Hadrotul Marhum Al Arif Billah KH. Moh.Hasan Genggong
membuka dan meresmikan masjid tersebut sekaligus shalat jum’at untuk yang
pertama kalinya."[4]
2. Masa Perkembangan
kata beliau (KH Nuruddin Musyiri) Pada tahuin 1963
saya diambilmenantu kiayi Hasyim Mino maka pada Tanggal 6 September 1963
pendidikan saya buka kembali Madrasah,
dan belajranya di pagi hari dan diberi nama Madrasah Ibitidaiyah Nurul Hasan.
Pada tahun itu juga dibuka Madrasah Diniyah putri. Asrama Pondok yang sudah
lama tidak berfungsi dibuka kembali, sedikit demi sedikit santri mulai
berdatangan dari desa sekitar , dari Madura dan pelosok Jawa. Pada waktu itu
Pondok pesantren Nurul Qadim masih bernama Pondok Pesantren Darus Salam dan
pada tahun 1975 Pondok Pesantren Darus
Salam diganti dengan nama Nurul Qadim karena berdasarkan istikhoroh. Pondok
Pesantren Nurul Qadim bertambah pesat perkembangannya sejak KH. Hasan Abdul
Jalal juga ikut serta dalam mengembangkan Pondok Pesantren. Dan al hamdulillah
Saat ini santri Pondok Pesantren Nurul Qadim berjumlah +1037 santri
putra putri yang semuanya bermukim didalam komplek pesantren.[5]
3. Pondok Putri Nurul Qadim Banat I dan II
Atas dasar usulan masyarakat dan musyawarah KH. Moh.Hasyim/Kyai
Mino bersama keluarga maka dengan rahmat dan Inayah Allah S.W.T pada 1979
berdirilah Pondok Pesantren Putri Nurul Qadim Banat I. Dari sejak berdirinya
pada tahun 1979 Pondok Pesantren Putri Nurul Qadim mengalami perkembangan yang
cukup signifikan. Dan pada tahun 1988 didirikanlah Pondok Pesantren Putri Nurul
Qadim Banat II. [6]
4. Madrasah Formal
Sejak awal berdirinya, pondok pesantren ini mengacu
pada pendidikan salaf (non formal) yang berkontrentasi pada pelajaran-pelajaran
agama yang tidak bercampur dengan pelajaran-pelajaran umum.
Selaras dengan perkembangan masa pada tahun 90 an tuntutan
masyarakat serta para alumni terhadap pondok ini semakin banyak. Mereka
menginginkan pendidikan dipondok ini dirubah menjadi pendidikan formal
dikarenakan kecendrungan masyarakat pada saat iti terhadap ijazah. Dengan
ijazah, menurut mereka mudah mencari lahan pekerjaan. Keinginan ini bertolak
belakang dengan kinginan pengasuh pondok ini yang menginginkan santrinya tidak
mencari bayaran melainkan membayar. Keinginan untuk merubah pendidikan ini
ditolak oleh beliau.
Para alumni dan wali santri pondok ini tidak berhenti
begitu saja, mereka tetap membujuk pengasuh untuk mendirikan pendidikan formal.
Dan pada akhirnya dengan bertubi-tubinya usulan dari para alumni dan wali
santri akhirnya beliau mau mendirikan pendidikan formal dengan syarat jangan
sampai mematikan pendidikan salaf. Beliau juga memberikan ancaman jika sampai
pendidikan salafnya kalah dengan pendidikan formalnya maka pendidikan formalnya
akan dicabut.
Seiring dengan restu ini pada tahun 2008 terbentuklah Mts.
Nurul Qadim pada tahun 2009 terbentuklah MI. Nurul Qadim dan pada tahun 2012
ada MA. Nurul Qadim. Dan rencananya pada tahun 2013 akan ada ma’had ali
B.
Keterlibatan Masyarakat
dalam Pendirian
Sebagaimana yang dikatakan oleh KH Nuruddin
Musyiri" Karena kemauan masyarakat sangat besar terhadap pendidikan agama,
maka upaya membangun Pondok Pesantren
terus dilakukan. pada tahun 1947 KH. Hasyim/Kyai
Mino membangun kamar sebanyak dua belas kamar, namun kamar itu tidak berfungsi
sebagaimana umumnya pondok karena santrinya masih belum ada yang menetap,
santri hanya sebatas santri Kalong dan terus mengalami pasang surut,
saat itu pondok juga berfungsi sebagai tempat perjuangan. Dengan penuh semangat
dan pertolongan Allah S.W.T maka dibukalah Madrasah Diniyah sore untuk pertama
kalinya bertempat dimasjid. Lambat laun perubahan mulai tampak santri mulai
berdatangan dan bertambah banyak maka dirasakan oleh KH. Hasyim/Kyai Mino untuk
segera membangun gedung Madrasah sebagai tempat kegiatan belajar mengajar yang
layak dan nyaman, maka kemudian beliau membangun Gedung Madrasah sebanyak tiga
lokal. Kegiatan belajar mengajar di
Madrasah ini berjalan cukup lama hingga
tahun 1959 M namun kemudian terus mengalami kemorosotan hingga akhirnya
mengalami kevakuman hal ini disebabkan karena kurangnya tenaga pengajar dan
minimnya fasilitas pendidikan yang memadai[7].
C.
Geografis dan Demografis
Lembaga
Pondok Pesantren Nurul Qadim
merupakan Pesantren yang cukup dikenal di Jawa Timur khususnya di Kabupaten
Probolinggo. Secara geografis Pondok Pesantren Nurul Qadim terletak di Desa
Kalikajar Kulon Kecamatan Paiton Kabupaten Probolinggo Jawa Timur. Pondok
Pesantren Nurul Qadim berdiri di atas tanah + 5 H.a, untuk sampai ke
pondok ini harus menempuh jarak 25 KM jalan pantura dari ibu kota Kabupaten
Probolinggo[8]..
BAB II
LINGKUNGAN
PESANTREN
A.
Budaya Masyarakat Sekitar
Budaya masyarakat sekitar pondok pesantren bisa
dikatakan beragam. Tapi pada umumnya masyarakat masih berusaha mempertahankan
budaya Madura yang memang sangat kental. Budaya santri masih melekat, sehingga ada
yang mengatakan kalau datang ke Sumenep akan berhadapan dengan budaya yang
agamis. Meskipun seiring perkembangan budaya modern, terutama anak mudanya,
sudah mulai luntur budaya santri tersebut. Walaupun secara moral mereka tetap
berusaha bersikap arif dan baik terhadap orang lain, terutama jika menyambut
tamu dari luar Madura.
B.
Sosial, Ekonomi, Politik
dan Moral Agama Masyarakat Sekitar
Kehidupan sosial masyarakat sekitar juga bisa dikatakan
masih berpedoman terhadap budaya masyarakat Madura yang menjunjung tinggi sifat
gotong royong atau kebersamaan. Mereka akan saling membantu dan bahu membahu
jika ada tetangga yang mempunyai hajat, seperti pernikahan atau acara-acara
lain.
Secara ekonomi, masyarakat masih berada di posisi
menengah ke bawah. Tidak terlalu kaya, dan juga tidak bisa dikatakan miskin.
Karena didukung dengan pertanian dan perkebunan yang dikelola masyarakat.
Sehingga untuk kebutuhan sehari-hari mereka tidak terlalu kesulitan.
Dari segi politik, masyarakat masih lekat dengan
tradisi ke-NU-an. Sehingga masyarakat sangat mendukung organisai politik yang
diusung oleh ormas ini. Meskipun mereka juga mereka melihat figur/tokoh
masyarakat dalam panggung politik praktis seperti Pemilu atau Pilkada.
Secara moral agama pun, masyarakat masih sangat menjunjung
tinggi norma dan etika-etika pergaulan di masyarakat. Artinya, budaya carok
(tawuran antar warga) yang selama ini melekat sudah mulai hilang karena mereka
sudah paham arti toleransi, saling menghargai antara pendapat satu dan yang
lainnya.
C.
Hubungan Pesantren dan
Masyarakat
Hubungan pesantren dan masyarakat sekitar sangat baik.
Karena pesantren adalah milik masyarakat bukan milik pimpinan atau pengasuh.
Maka jalinan silaturahim antara pesantren dan masyarakat terus digalakkan
dengan mengadakan acara-acara yang melibatkan masyarakat, seperti acara
pengajian umum, atau ketika pesantren mempunyai hajatan besar, masyarakat
sekitar juga dilibatkan.
D.
Peran Pesantren terhadap
Pemberdayaan POLEKSOSBUD (Politik, Ekonomi, Sosial dan Budaya)
Pesantren Mathlabul Ulum adalah lembaga yang berdiri di
atas semua golongan dan untuk semua golongan. Artinya pesantren tidak membawa
atribut partai politik, sehingga semua orang bisa masuk ke pesantren. Mereka
yang berasal dari NU atau Muhammadiyah sekali pun bebas memasukkan anaknya ke
pesantren. Namun begitu pendidikan di pesantren tetap berusaha memberdayakan--terutama
di kalangan santri—pendidikan politik. Seperti dengan dibentuknya
organisasi-organisasi santri atau OSIS. Mereka dilatih untuk pandai berorganisasi
sehingga kelak ketika terjun ke masyarakat tidak akan merasa canggung. Begitu
juga di bidang ekonomi, sosial dan budaya.
BAB III
KEGIATAN
LEMBAGA/PESANTREN
A.
Kitab-Kitab dan Ilmu
Unggulan Pesantren
- KURIKULUM PELAJARAN
Kelas II MI
No
|
Mata Pelajaran
|
Nama Kitab
|
Batas
|
Keterangan
|
1
|
Al-Qur’an
|
Al-Qur’an Al-Karim
|
Iqro’ bin Nadlor
|
|
2
|
Hitung
|
Hisab
|
Menulis
|
|
3
|
Akhlaq
|
Tarbiyat Al-Shibyan
|
Menulis
|
|
4
|
Tauhid
|
Sullam Al-Diyanah
|
Menulis
|
|
5
|
Bahasa Arab
|
Perintis Bahasa Arab
|
Memaknai
|
|
6
|
Tajwid
|
Hidayat Al-Shibyan
|
Menulis
|
|
7
|
Fiqh
|
Nadhom Diyanah
|
Menulis
|
|
8
|
Sejarah
|
Tarikh Bahasa Madura
|
Menulis
|
Kelas III MI
No
|
Mata Pelajaran
|
Nama Kitab
|
Batas
|
Keterangan
|
1
|
Al-Qur’an
|
Al-Qur’an Al-Karim
|
Iqro’ bin Nadlor
|
|
2
|
Shorof
|
Al-Amtsilat Al-Tashrif
Ishtilahi
|
Binak Shohih & Mudlo'af
|
|
3
|
Akhlaq
|
Al-Akhlaqu Lil Banin Juz I
|
Memaknai
|
|
4
|
Tauhid
|
Aqidat Al-Khomsin
|
Menulis
|
|
5
|
Bahasa Arab
|
Kunci Bahasa Arab
|
Memaknai
|
|
6
|
Tajwid
|
Tuhfat Al-Athfal
|
Menulis
|
|
7
|
Fiqh
|
Safinat Al-Najah
|
Menulis
|
|
8
|
Sejarah
|
Tarikh Bahasa Indonesia
|
Menulis
|
Kelas IV MI
No
|
Mata Pelajaran
|
Nama Kitab
|
Batas
|
Keterangan
|
1
|
Nahwu 1
|
Nadhm Al-'Imriti
|
Menulis
|
|
2
|
Nahwu 2
|
Al-Ajurumiyah
|
Memaknai (sorogan)
|
|
3
|
Akhlaq
|
Al-Akhlaqu Lil Banin Juz II
|
Memaknai
|
|
4
|
Tauhid
|
Aqidat Al-Tauhid
|
Menulis
|
|
5
|
Bahasa Arab
|
Bahasa Arab I A
|
Memaknai
|
|
6
|
Qa'idah Shorof
|
Qowa'id Al-Shorfiyah Juz I
|
Menulis
|
|
7
|
Fiqh
|
Sullam Al-Taufiq
|
Memaknai
|
|
8
|
Sejarah
|
Khulashotu Nur Al-Yaqin Juz
II
|
Menulis
|
|
9
|
Shorof
|
Al-Amtsilat Al-Tashrif
|
Lanjutan Kelas III
|
Kelas V MI
No
|
Mata Pelajaran
|
Nama Kitab
|
Batas
|
Keterangan
|
1
|
Nahwu I
|
Taqrirot Al-Imriti
|
Menulis
|
|
2
|
Nahwu II
|
Mutammimat Al-Ajurumiyah
|
Memaknai (sorogan)
|
|
3
|
Akhlaq
|
Ta’lim Al-Muta’allim
|
Memaknai
|
|
4
|
Tauhid
|
Al-Khoridat Al-Bahiyah
|
Menulis
|
|
5
|
Bahasa Arab
|
Bahasa Arab I B
|
Memaknai
|
|
6
|
Qo'idah Shorof
|
Qawa’id Al-Shorfiyah Juz II
|
Menulis
|
|
7
|
Fiqh
|
Fath Al-Qarib
|
Awal s/d Bab Bai’
|
|
8
|
Sejarah
|
Khulashotu Nur Al-Yaqin Juz
III
|
Menulis
|
|
9
|
Shorof
|
Al-Amtsilat Al-Tashrif
|
Memahami
|
|
10
|
Hadits
|
Bulugh Al-Marom
|
Awal s/d bab bai’
|
Kelas VI
No
|
Mata Pelajaran
|
Nama Kitab
|
Batas
|
Keterangan
|
1
|
Nahwu
|
Taqrirot Alfiyah Ibn
Malik
|
350 bait awal
|
Menulis
|
2
|
Akhlaq
|
Bidayat Al-Hidayah
|
Memaknai
|
|
3
|
Tauhid
|
Jawahir Al-Kalamiyah
|
Memaknai
|
|
4
|
Risalah Haidl
|
Uyun Al-Masail
|
Memahami
|
|
5
|
Ilmu Khot
|
Qawa’id Al-Imla'
|
Memaknai
|
|
6
|
Fiqh
|
Fath Al-Qarib
|
Bab bai’ s/d khatam
|
|
7
|
Hadits
|
Bulugh Al-Marom
|
Bab
bai’ s/d khatam
|
|
8
|
Tajwid
|
Matn Al-Jazariyah
|
Memaknai
|
Kelas I MTs
No
|
Mata Pelajaran
|
Nama Kitab
|
Batas
|
Keterangan
|
1
|
Nahwu
|
Taqrirot Alfiyah Ibn
Malik
|
350 bait kedua
|
Menulis
|
2
|
Tauhid
|
Kifayat Al-Awam
|
Memaknai
|
|
3
|
Kaidah I'rob
|
Qawa’id Al-I’rob
|
Menulis
|
|
4
|
Fiqh
|
Fath Al-Mu’in
|
Awal s/d Bab Bai’
|
|
5
|
Hadits
|
Mukhtar Al-Ahadits
|
Memaknai
|
|
6
|
Tafsir
|
Tafsir Al-Jalalain
|
Surat Al-Fatihah s/d At-Taubah
|
|
7
|
Ilmu Hadits
|
Mandhumat Al-Baiquniyah
|
Menulis
|
|
8
|
Ushul Fiqh
|
Waroqot
|
Memaknai
|
|
9
|
Balaghoh
|
Qawaid Al-Lughoh
|
Memaknai
|
Kelas II MTs
No
|
Mata Pelajaran
|
Nama Kitab
|
Batas
|
Keterangan
|
1
|
Nahwu
|
Taqrirot Alfiyah Ibn
Malik
|
300 bait akhir
|
Menulis
|
2
|
Fiqh
|
Fath Al-Mu'in
|
Meneruskan
pelajaran I MTs
|
|
3
|
Usul Fiqh
|
Tas-hil Al-Thuruqot
|
Memaknai
|
|
4
|
Tafsir
|
Tafsir Al-Jalalain
|
Surat At-Taubah s/d Al-Qoshos
|
|
5
|
Ilmu Tafsir
|
'Ilm Al-Tafsir
|
Memaknai
|
|
6
|
Hadits
|
Jawahir Al-Bukhari
|
Memaknai
|
|
7
|
Balaghah
|
Al-Jauhar Al-Maknun
|
Separuh Awal
|
|
8
|
Ilmu Mantiq
|
'Ilm Al-Mantiq
|
Separuh awal
|
Kelas III MTs
No
|
Mata Pelajaran
|
Nama Kitab
|
Batas
|
Keterangan
|
1
|
Tafsir
|
Tafsir Al-Jalalain
|
Al-Qoshos s/d khatam
|
|
2
|
Fiqh
|
Fath Al-Mu'in
|
Meneruskan s/d
hatam
|
|
3
|
Kaidah Fiqh
|
Al-Faroid Al-Bahiyah
|
Memaknai
|
|
4
|
Hadits
|
Riyadl Al-Sholihin
|
Memaknai
|
|
5
|
Balaghah
|
Al-Jauhar Al-Maknun
|
Separuh Akhir
|
|
6
|
Ilmu Mantiq
|
'Ilm Al-Mantiq
|
Separuh Akhir
|
|
7
|
Ilmu Waris
|
'Iddat Al-Faridl
|
Memaknai
|
|
8
|
Ilmu Falak
|
Dasar-dasar Ilmu Falak
|
Memahami
|
Kelas I MA
No
|
Mata Pelajaran
|
Nama Kitab
|
Batas
|
Keterangan
|
1
|
Balaghoh
|
'Uqud Al-Juman
|
350 bait awal
|
Menulis
|
2
|
Fiqh
|
Minhaj Al-Tholibin
|
Memaknai
|
|
3
|
Hadits
|
Riyadl Al-Sholihin
|
Memaknai
|
|
4
|
Usul Fiqh
|
'Abd Al-Wahab Kholaf
|
Memaknai
|
|
5
|
Ilmu Al-Qur’an
|
Manna' Al-Qotthon
|
Memaknai
|
|
6
|
Tauhid
|
Umm Al-Barohin
|
Memaknai
|
|
7
|
Q. Fiqh
|
Al-Asybahu Wa Al-Nadho’ir
|
Memaknai
|
|
8
|
Tashawwuf
|
Mau'idhot Al-Mu'minin
|
Memaknai
|
Kelas II MA
No
|
Mata Pelajaran
|
Nama Kitab
|
Batas
|
Keterangan
|
1
|
Balaghoh
|
'Uqud Al-Juman
|
350 bait tsani
|
Menulis
|
2
|
Fiqh
|
Minhaj Al-Tholibin
|
Memaknai
|
|
3
|
Hadits
|
Riyadl Al-Sholihin
|
Memaknai
|
|
4
|
Usul Fiqh
|
'Abd Al-Wahab Kholaf
|
Memaknai
|
|
5
|
Ilmu Al-Qur’an
|
Manna' Al-Qotthon
|
Memaknai
|
|
6
|
Tauhid
|
Umm Al-Barohin
|
Memaknai
|
|
7
|
Kaidah Fiqh
|
Al-Asybahu Wa Al-Nadho’ir
|
Memaknai
|
|
8
|
Tashawwuf
|
Mau'idhot Al-Mu'minin
|
Memaknai
|
Kelas III MA
No
|
Mata Pelajaran
|
Nama Kitab
|
Batas
|
Keterangan
|
1
|
Balaghoh
|
'Uqud Al-Juman
|
300 bait akhir
|
Menulis
|
2
|
Fiqh
|
Minhaj Al-Tholibin
|
Memaknai
|
|
3
|
Hadits
|
Riyadl Al-Sholihin
|
Memaknai
|
|
4
|
Usul Fiqh
|
'Abd Al-Wahab Kholaf
|
Memaknai
|
|
5
|
Ilmu Al-Qur’an
|
Manna' Al-Qotthon
|
Memaknai
|
|
6
|
Tauhid
|
Umm Al-Barohin
|
Memaknai
|
|
7
|
Kaidah Fiqh
|
Al-Asybahu Wa Al-Nadho’ir
|
Memaknai
|
|
8
|
Tashawwuf
|
Mau'idhot Al-Mu'minin
|
Memaknai
|
C.
Pola Pengajaran
1. Metode Sorogan
Sorogan,
berasal dari kata sorog (bahasa
jawa), yang berarti menyodorkan, sebab setiap santri menyodorkan kitabnya
dihadapan kyai atau pembantunya (badal,
asisten kyai). Sistem sorogan ini
termasuk belajar secara individual, dimana seorang santri berhadapan dengan
seorang guru, dan terjadi interaksi saling mengenal antara keduanya.[9]
Pembelajaran dengan sistem sorogan biasanya diselenggarakan pada ruang tertentu. Ada tempat
duduk kyai atau ustadz, didepannya ada meja pendek untuk meletakkan kitab bagi
santri yang menghadap. Setelah kyai atau ustadz membacakan teks dalam kitab
kemudian santri tersebut mengulanginya. Sedangkan santri-sanri lain, baik yang
mengaji kitab yang sama ataupun berbeda duduk agak jauh sambil mendengarkan apa
yang diajarkan oleh kyai atau ustadz sekaligus mempersiapkan diri menunggu
giliran dipanggil.
2. Metode Wetonan/Bandongan
Wetonan,
istilah ini berasal dari kata wektu
(bahasa jawa) yang berarti waktu, sebab pegajian tersebut diberikan pada
waktu-waktu tertentu, yaitu sebelum dan atau sesudah melakukan shalat fardhu.
Metode wetonan ini merupakan metode
kuliah, dimana para santri mengikuti pelajaran dengan duduk di sekeliling kyai
yang menerangkan pelajaran secara kuliah, santri menyimak kitab masing-masing
dan membuat catatan padanya. Istilah wetonan
ini di Jawa Barat disebut dengan bandongan.
Pelaksanaan metode ini yaitu: kyai membaca, menerjemahkan,
menerangkan dan seringkali mengulas teks-teks kitab berbahasa Arab tanpa
harakat (gundul). Santri dengan memegang kitab yang sama, masing-masing
melakukan pendhabitan harakat kata langsung dibawah kata yang dimaksudagar
dapat membantu memahami teks.
3. Metode Musyawarah/Bahtsul
Masa'il
Metode musyawarah atau dalam istilah lain bahtsul masa'il merupakan metode
pembelajaran yang lebih mirip dengan metode diskusi atau seminar. Beberapa
orang santri dengan jumlah tertentu membentuk halaqah yang dipimpin langsung
oleh kyai atau ustadz, atau mungkin juga senior, untuk membahas atau mengkaji
suatu persoalan yang telah ditentukan sebelumnya.[10] Dalam
pelaksanaannya, para santri dengan bebas mengajukan pertanyaan-pertanyaan atau
pendapatnya.
4. Metode Pengajian Pasaran
Metode pengajian pasaran adalah kegiatan belajar para
santri melalui pengkajian materi (kitab) tertentu pada seorang kyai/ustadz yang
dilakukan oleh sekelompok santri dalam kegiatan yang terus menerus (marathon)
selama tenggang waktu tertentu. Pada umumnya dilakukan pada bulan Ramadhan
selama setengah bulan, dua puluh hari atau terkadang satu bulan penuh
tergantung pada besarnya kitab yang dikaji. Metode ini lebih mirip dengan
metode bandongan, tetapi pada metode
ini target utamanya adalah “selesai”nya kitab yang dipelajari. Jadi, dalam
metode ini yang menjadi ttik beratnya terletak pada pembacaan bukan pada
pemahaman sebagaimana pada metode bandongan.
5. Metode Hapalan (Muhafazhah)
Metode hapalan ialah kegiatan belajar santri dengan
cara menghapal suatu teks tertentu dibawah bimbingan dan pengawasan
kyai/ustadz. Para santri diberi tugas untuk menghapal bacaan-bacaan dalam
jangka waktu tertentu. Hapalan yang dimiliki santri ini kemudian dihapalkan di
hadapan kyai/ustadz secara periodik atau insidental tergantung kepada petunjuk
kyai/ustadz yang bersangkutan.[11]
6. Metode Demonstrasi/Praktek
Ibadah
Metode ini adalah cara pembelajaran yang dilakukan
dengan meperagakan (mendemonstrasikan) suatu keterampilan dalam hal pelaksanaan
ibadah tertentu yang dilakukan perorangan maupun kelompok dibawah petunjuk dan
bimbingan kyai/ustadz.
1. Program Pendidikan
A. PENDIDIKAN FORMAL
v Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Nurul Qadim;
v Madrasah Ibtidaiyah (MI) Nurul Qadim; (2009)
v Madrasah Tsanawiyah Satu Atap (MTs-SA) Nurul Qadim;
(2008)
v Wajar Dikdas tingkat Ula dan Wustho;
v Program Kejar Paket C;
v Madrasah Aliyah Muadalah Nurul Qadim (diakui); (2008)
v Madrasah Aliyah (formal) (2012)
B. PENDIDIKAN DINIYAH
v Madrasah Ibtidaiyah Nurul Qadim;
v Madrasah Tsanawiyah Nurul Qadim;
C. PENDIDIKAN
EKSTRAKURIKULER
v Forum Musyawarah Nurul Qadim (FMNQ);
v Forum Kajian Kitab Klasik (FK3);
v Forum Kajian Khusus Tsanawiyah (FOKUS);
v Forum Musyawarah Siswa Aliyah (FORMASI);
v Forum Kajian Masjid Putih (FKMP);
v Forum Bahtsul Masa-il;
v Jamiyah Raudlatun Nasyi-in (JRN);
v Kursus Jahit-menjahit;
v Kursus Komputer;
D. FASILITAS PENUNJANG
v Perpustakaan;
v Klinik Kesehatan Pondok Pesantren Nurul Qadim;
v Bengkel Otomotif;
v Latihan Organisasi dan Kepemimpinan;
v Diskusi dan Seminar;
v Bimbingan Baca Kitab dan Al-Qur'an;
D.
Penggunaan IPTEK dalam
Proses Pembelajaran
Penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi sejak
beberapa tahun yang lalu sudah diterapkan, seperti lab bahasa, lab MIPA, dan
komputer. Materi TIK (komputer) memang sudah dimasukkan dalam kurikulum
pendidikan formal walaupun jam pelajarannya sangat terbatas. Untuk itu
pesantren menyediakan fasilitas kursus komputer dan warung internet (warnet)
bagi santri yang ingin mendalami bidang ini.
BAB
IV
HUBUNGAN
DAN PERAN PENGASUH DENGAN ORMAS ISLAM (KETERLIBATAN DAN KEPENGURUSAN)
A.
Hubungan dan Peran Pengasuh
dengan Orpol
Sejak Pemilu tahun 1999 banyak kalangan ulama dan Kyai yang terlibat
dalam organisasi politik. Beberapa calon anggota legislatif pun muncul dari
kalangan Kyai yang sebelumnya memang aktif di ormas-ormas Islam seperti NU atau
Muhammadiyah. Salah satunya adalah PKB yang memang lahir dari organisasi NU.
Dan pengasuh pondok Mathlabul Ulum ini menjadi bagian dari mereka yang terjun
ke panggung politik praktis. Pada Pemilu 1999 KH. Moh. Taufiqurrahman FM,
pengasuh pondok ini terpilih sebagai salah satu anggota DPRD Jawa Timur periode
1999-2004.
B.
Latar Belakang Keterlibatan
Pengasuh dalam Parpol dan Alasannya
Sejak reformasi bergulir pada tahun 1998, peran ulama di kancah politik
negara ini cukup signifikan. Mereka yang selama ini hanya aktif membina santri
di pesantren ikut andil untuk memperbaiki sistem kerja pemerintahan baik di
daerah atau di pusat. Sehingga banyak dari kalangan Kyai yang dipercaya
beberapa partai politik untuk diusung ke kursi pemerintahan.
Sebelum terjun di sebuah partai yang memang lahir dari ormas Islam
terbesar di Indonesia ini, pengasuh pondok memang aktif di PCNU Kabupaten
Sumenep. Selain sebagai anggota juga pernah dipercaya menjadi Ketua PCNU
Kabupaten Sumenep. Bahkan sampai sekarang pun masih sering diundang jika ada
pertemuan-pertemuan rutin seperti acara Muktamar NU, atau pada acara bahtsul
masail.
C.
Apa Pendapat Pengasuh
tentang Hal-hal di bawah ini?
1. Terorisme, Radikalisme,
Jihad dengan Berbagai Bentuk?
Terorisme adalah
serangan-serangan terkoordinasi yang bertujuan membangkitkan perasaan teror
terhadap sekelompok masyarakat. Berbeda dengan perang, aksi terorisme tidak tunduk pada
tatacara peperangan seperti waktu pelaksanaan yang selalu tiba-tiba dan target
korban jiwa yang acak serta seringkali merupakan warga sipil.
Istilah teroris oleh para
ahli kontraterorisme dikatakan
merujuk kepada para pelaku yang tidak tergabung dalam angkatan bersenjata yang
dikenal atau tidak menuruti peraturan angkatan bersenjata tersebut. Aksi
terorisme juga mengandung makna bahwa serang-serangan teroris yang dilakukan
tidak berperikemanusiaan dan tidak memiliki justifikasi, dan oleh karena itu
para pelakunya ("teroris") layak mendapatkan pembalasan yang kejam.
Akibat makna-makna negatif
yang dikandung oleh perkataan "teroris" dan "terorisme",
para teroris umumnya menyebut diri mereka sebagai separatis,
pejuang pembebasan, pasukan perang salib, militan, mujahidin, dan lain-lain. Makna
sebenarnya dari jihad, mujahidin adalah jauh dari
tindakan terorisme yang menyerang penduduk sipil padahal tidak terlibat dalam
perang. Padahal terorisme sendiri sering tampak dengan mengatasnamakan agama.
Sementara radikalisme adalah
sebuah kelompok atau gerakan politik yang kendur dengan tujuan mencapai
kemerdekaan atau pembaruan electoral yang mencakup mereka yang berusaha
mencapai republikanisme, penghapusan gelar, redistribusi hak milik dan
kebebasan pers, dan dihubungkan dengan perkembangan liberalisme.
Sedangkan jihad (جهاد) adalah berjuang
dengan sungguh-sungguh menurut syariat Islam. Jihad dilaksanakan untuk
menjalankan misi utama manusia yaitu menegakkan agama Allah atau menjaga agama tetap tegak,
dengan cara-cara sesuai dengan garis perjuangan para Rasul dan Al-Quran.
Jihad yang dilaksanakan Rasul adalah berdakwah agar manusia meninggalkan kemusyrikan dan kembali kepada
aturan Allah, menyucikan qalbu, memberikan pengajaran kepada ummat dan mendidik manusia agar sesuai
dengan tujuan penciptaan mereka yaitu menjadi Khalifah Allah di bumi.
2.
Negara Islam, dan Penerapan
Syariah Islam?
Negara Islam Indonesia
(disingkat NII; juga dikenal dengan nama Darul Islam atau DI) yang artinya
adalah "Rumah Islam" adalah gerakan politik yang diproklamasikan pada
7 Agustus 1949 (ditulis sebagai 12 Syawal 1368 dalam
kalender Hijriyah)
oleh Sekarmadji
Maridjan Kartosoewirjo di Desa Cisampah, Kecamatan Ciawiligar, Kawedanan Cisayong,
Tasikmalaya,
Jawa Barat.
Gerakan ini bertujuan
menjadikan Republik Indonesia yang saat itu baru saja diproklamasikan kemerdekaannya dan ada di
masa perang dengan tentara Kerajaan Belanda
sebagai negara teokrasi
dengan agama Islam
sebagai dasar negara. Dalam proklamasinya bahwa "Hukum yang berlaku dalam
Negara Islam Indonesia adalah Hukum Islam", lebih jelas lagi dalam
undang-undangnya dinyatakan bahwa "Negara berdasarkan Islam" dan
"Hukum yang tertinggi adalah Al Quran
dan Hadits". Proklamasi
Negara Islam Indonesia dengan tegas menyatakan kewajiban negara untuk membuat
undang-undang yang berlandaskan syari'at Islam, dan
penolakan yang keras terhadap ideologi selain Alqur'an dan Hadits Shahih, yang
mereka sebut dengan "hukum kafir",
sesuai dalam Qur'aan Surah 5. Al-Maidah, ayat 50.
Dalam perkembangannya, DI
menyebar hingga di beberapa wilayah, terutama Jawa Barat (berikut dengan daerah
yang berbatasan di Jawa Tengah),
Sulawesi Selatan dan
Aceh. Setelah
Kartosoewirjo ditangkap TNI dan
dieksekusi pada 1962,
gerakan ini menjadi terpecah, namun tetap eksis secara diam-diam meskipun
dianggap sebagai organisasi ilegal oleh pemerintah Indonesia.
3. Pancasila vs Syariah?
Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Nama
ini terdiri dari dua kata dari Sansekerta: pañca berarti lima dan śīla
berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan
berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.
Lima sendi utama penyusun Pancasila adalah Ketuhanan Yang
Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan tercantum pada paragraf ke-4
Preambule (Pembukaan) Undang-undang Dasar 1945.
4.
Kurikulum Pesantren?
Salah satu komponen penting pada lembaga pendidikan
formal yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan isi pengajaran,
mengarahkan proses mekanisme pendidikan, tolok-ukur keberhasilan dan kualitas
hasil pendidikan, adalah kurikulum.
Namun demikian, kurikulum seringkali tidak mampu
mengikuti kecepatan laju perkembangan masyarakat. Oleh karena itu, pengembangan
dan pembenahan kurikulum harus senantiasa dilakukan secara berkesinambungan.
Dalam konteks pendidikan di pesantren, menurut
Nurcholish Madjid, istilah kurikulum tidak dikenal di dunia pesantren, terutama
masa prakemerdekaan, walaupun sebenarnya materi pendidikan sudah ada dan
keterampilan itu ada dan diajarkan di pesantren. Kebanyakan pesantren tidak
merumuskan dasar dan tujuan pesantren secara eksplisit dalam bentuk kurikulum.
Tujuan pendidikan pesantren ditentukan oleh kebijakan Kiai, sesuai dengan
perkembangan pesantren tersebut.
Namun pada perkembangannya, kurikulum di pesantren
terutama yang mengelola sekolah formal sudah berusaha menyesuaikan dengan
kebutuhan di masyarakat. Selain kitab-kitab klasik yang diajarkan, pesantren
juga memasukkan materi-materi umum bahkan yang berhubungan dengan IPTEK. Materi
komputer sekarang sudah mulai diajarkan agar para santri tidak gagap teknologi
(gaptek). Selain itu keterampilan-keterampilan yang lain (life skill) juga
diajarkan. Seperti bagaimana berwirasuha, dan juga kegiatan-kegiatan
keorganisasian. Semua itu diterapkan karena sudah menjadi kebutuhan kelak ketika
para santri terjun di masyarakat.
5.
Cara Menangkal Terorisme
dan Radikalisme Menurut Kyai/Pesantren?
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul
Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi mengatakan, memberantas terorisme di Indonesia
tidak bisa hanya dilakukan negara, tapi harus melibatkan partisipasi rakyat
melalui gerakan nasional antiterorisme.
Menurutnya, ada beberapa aspek
penting untuk menangkal terorisme di Indonesia. Pertama, aspek ideologi dan
agama. Dalam hal ini, ormas Islam dan tokoh lintas agama harus dilibatkan.
Aspek kedua dan ketiga, katanya,
adalah pendekatan kewilayahan atau zona dan pendekatan intelijen. “Pendekatan
kewilayahan ini bisa kewenangan departemen dalam negeri. Karena mereka bergerak
'di bawah tanah', jangan ditempuh 'di atas tanah',” katanya.
Pendekatan keempat dan kelima,
imbuhnya, adalah pendekatan keamanan dan hukum. ”Kelima aspek ini harus digabungkan
jadi satu untuk membangkitkan partisipasi rakyat dalam gerakan nasional
antiteror,” paparnya.
Dalam pengamatannya, saat Bom Bali
meledak, kelima aspek ini relatif dijalankan oleh negara. Ia bersama tokoh
Muhammadiyah dan tokoh lintas agama lainnya juga dilibatkan turun langsung ke
masyarakat.[12]
Ancaman terorisme ini berpotensi
merusak segala-galanya yang kita bangun selama ini. Kini muncul faham radikalisme
sebagai ideologi yang menolak sebagian besar kebijakan dan tatanan negara yang
melandasi lembaga-lembaga yang sudah ada dalam masyarakat, selain juga
menganggap pemerintahan sebagai sarana pemasung bahkan kaum radikalisme ini
menganggap pemerintah sebagai penindas rakyat.
Penganjur radikalisme berpendapat,
harus ada perubahan revolusioner dengan cara-cara tidak ortodoks, yang mengarah
kekerasan. Singkat kata, radikalisme bersifat merusak. Tidak beda dengan
terorisme, dia terus hidup bila diberi kesempatan. Paham itu harus kita
waspadai dan perlu kita camkan agar jangan ada pikiran revolusioner yang
membenarkan terorisme.
Sejak proklamasi kemerdekaan,
sebenarnya sudah ada bibit-bibit penolakan terhadap landasan NKRI. Sampai
sekarang pun semangat untuk membangun bentuk negara dengan landasan lain kerap
bermunculan. Dalam hal terorisme nasional, maupun internasional yang
bercita-cita segaris bila dikombinasi dengan radikalisme membuat hasrat mereka
makin berkobar.
Karena itu, yang kita perangi jangan terbatas
hanya pada para pelaku teror, tapi yang paling membahayakan justru pemberi
inspirasi/gagasan terorisme yang sekarang masih bergerak bebas dan liar. Para
pemberi order inilah yang kini leluasa berkeliaran ibarat radikal bebas.
Benar sekali saran-saran para
pengamat agar jangan hanya kepolisian yang dibebani tugas, tapi seluruh
masyarakat pun perlu mewaspadai dan berpartisipasi. Harus kita akui bahwa
partisipasi masyarakat memegang peranan penting dan dapat diandalkan.
Memerangi dan mengantisipasi aksi
terorisme ini merupakan tugas maha besar yang selain membutuhkan strategi
intelijen, juga membutuhkan pagar legislasi berupa payung hukum yaitu UU
Intelijen, bahkan dukungan politik untuk menjamin agar operasi membasmi
terorisme tidak menyeleweng dari tujuan. Syarat membangun bangsa dan Negara
salah satunya adalah membutuhkan rasa aman dalam berkarya.
Untuk itulah dalam upaya menangkal
dan meminimalisir berkembangnya aksi radikalisme dan terorisme di Indonesia
perlu adanya pagar legislasi yang mendesak yaitu UU Intelijen, selain adanya
partisipasi masyarakat, sehingga tercipta rasa aman dan damai dalam melakukan
aktivitas dan berkarya.
biaya masuk nya berapa mas
BalasHapusKak biaya masuk Nya Berapa ??Saya Mau Tau Karena Saya Tinggal DiJawa Barat Saya ingin Mondok Di Nurul qadim
BalasHapusSaya juga ingin memasukan anak saya..saya dari jawa tengah
BalasHapusSaya juga ingin memasukan anak saya..saya dari jawa tengah
BalasHapusAssalamuikum saya mau tanya biaya masuk nya brp y?terima kasih
BalasHapus